Di Balik Ribut Royalti Musik, Velodiva Jadi Senjata LMKN Hadapi Kritik Transparansi
Velodiva

Web player Velodiva menjadi sorotan publik setelah kasus pelaporan dugaan pelanggaran hak cipta oleh restoran cepat saji Mie Gacoan yang menyeret nama Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Velodiva sendiri adalah platform yang telah ditunjuk resmi oleh LMKN sejak Februari 2025 untuk mencatat penggunaan lagu di tempat-tempat umum seperti mal, kafe, restoran, hingga hotel.

Menurut Rudi, Vice President Velodiva, perusahaannya hadir sebagai jembatan antara para pemilik usaha dan para pemilik hak lagu, mulai dari pencipta, penyanyi, hingga produser fonogram.

“Velodiva adalah jembatan antara pebisnis dan pemilik hak. Kami pastikan semua yang diputar akan tercatat otomatis dan datanya terkirim ke LMKN,” ujar Rudi, Jumat (8/8/2025).

Masalah pembayaran royalti musik di Indonesia memang tengah menjadi sorotan, terutama soal transparansi distribusi. Selama ini, LMKN menggunakan sistem blanket license yang dinilai tertutup dan sulit diakses oleh para pencipta lagu. Akibatnya, banyak musisi tidak tahu secara jelas berapa kali lagu mereka diputar dan berapa hak royalti yang seharusnya mereka terima.

Velodiva hadir untuk menutup celah tersebut. Dengan teknologi auto-tracking, platform ini mencatat secara real time setiap lagu yang diputar di ruang publik. Data itu kemudian dikirim ke LMKN untuk dihitung sebagai dasar pembagian royalti secara proporsional.

Pemilik bisnis yang ingin patuh hukum kini cukup mendaftar dan berlangganan layanan Velodiva. Mereka dapat memutar ribuan lagu secara legal, sementara para pencipta dan produser mendapatkan jaminan pembayaran royalti yang lebih akurat.

Langkah ini diharapkan bisa mengakhiri polemik panjang seputar royalti musik di Indonesia dan membangun kembali kepercayaan antara LMKN, pelaku bisnis, dan komunitas musik di Indonesia.