Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta merupakan landasan hukum yang mengatur pelindungan hak cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Undang-undang ini menggantikan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, yang dianggap tidak lagi mampu menjawab tantangan perkembangan teknologi dan kebutuhan pelaku industri kreatif.
Undang-undang ini hadir sebagai bentuk pengakuan negara atas pentingnya hak cipta sebagai bagian dari kekayaan intelektual yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan peran strategis dalam pembangunan nasional. UU ini memberikan pelindungan hukum bagi pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait, baik dari sisi hak moral (pengakuan atas karya) maupun hak ekonomi (hak untuk mendapatkan manfaat finansial dari penggunaan karya tersebut).
UU No. 28 Tahun 2014 mengatur berbagai aspek penting, mulai dari jenis ciptaan yang dilindungi (seperti lagu, musik, karya tulis, perangkat lunak, film, dan karya digital lainnya), durasi perlindungan hak cipta, mekanisme peralihan hak, hingga pengelolaan royalti. Salah satu pembaruan penting adalah penguatan sistem Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang bertugas menghimpun dan mendistribusikan royalti secara transparan bagi para pemilik hak.
UU ini juga merespons perkembangan global, mengingat Indonesia telah menjadi bagian dari berbagai konvensi dan perjanjian internasional terkait hak cipta. Oleh karena itu, sistem hukum nasional perlu diselaraskan agar karya cipta dalam negeri terlindungi secara global dan para kreator Indonesia dapat bersaing di tingkat internasional.
Dengan diberlakukannya UU ini, diharapkan tercipta ekosistem kreatif yang adil dan berkelanjutan, di mana para pencipta dan pelaku seni mendapatkan apresiasi dan kompensasi yang layak atas kontribusinya terhadap budaya, ekonomi, dan identitas bangsa.
Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2021 merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang secara khusus mengatur mengenai tata kelola royalti atas lagu dan/atau musik yang digunakan secara komersial di wilayah hukum Indonesia. Peraturan ini ditetapkan sebagai langkah konkret pemerintah dalam memberikan pelindungan hukum dan kepastian terhadap hak ekonomi para pencipta, pemegang hak cipta, serta pemilik hak terkait atas karya cipta berupa lagu dan musik.
Melalui peraturan ini, negara hadir untuk memastikan bahwa setiap pemanfaatan lagu dan/atau musik dalam kegiatan komersial seperti di hotel, restoran, kafe, pusat perbelanjaan, transportasi publik, media penyiaran, platform digital, hingga kegiatan pertunjukan langsung dapat memberikan imbal hasil yang adil dan proporsional kepada pihak yang berhak.
PP ini juga mengamanatkan pembentukan dan penguatan sistem Pengelolaan Royalti yang dilakukan secara kolektif oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), yang memiliki tugas menghimpun, mendistribusikan, dan mengelola royalti secara transparan dan akuntabel. LMKN bekerja sama dengan berbagai Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang mewakili para pencipta, artis, produser rekaman, dan pemilik hak lainnya.
Salah satu poin penting dalam PP ini adalah adanya kewajiban bagi setiap pihak yang menggunakan lagu dan/atau musik secara komersial untuk membayar royalti melalui sistem yang terintegrasi dan berbasis data yang disebut sebagai Pusat Data Lagu dan/atau Musik, yang dikelola oleh LMKN. Pusat data ini berisi informasi lengkap mengenai ciptaan, pencipta, pemilik hak, serta pemanfaatannya, sebagai dasar untuk perhitungan dan distribusi royalti secara adil.
Dengan diterbitkannya PP Nomor 56 Tahun 2021, diharapkan tercipta ekosistem industri musik nasional yang lebih sehat, berkeadilan, dan mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
Peraturan ini menjadi langkah strategis negara dalam mendukung kesejahteraan para pelaku seni dan industri kreatif di Indonesia, sekaligus mendorong kepatuhan dari pengguna komersial atas karya musik yang mereka manfaatkan.